Natin Menyelaraskan Perkataan Dan Perbuatan

From http://www.dadangkadarusman.com

By Dadang Kadarusman ⋅ March 29, 2012 ⋅

Hari ini terasa beda sekali.
Semua orang di kubikal terlihat bersemangat. Dengan wajah yang berseri-seri. Opri menyapa penelepon lebih ramah dari biasanya. Bahkan ketika di seberang sana seseorang menyumpah-nyumpah. Dia masih tetap tersenyum sambil mengucapkan kata-kata penghiburan. Legaaaaaa rasanya tidak terpengaruh oleh emosi orang lain.

Aiti sedang makan siang ketika ditelepon soal server yang tiba-tiba saja mati. Bakso gepeng kesukaannya ditinggalin begitu saja. Lalu dia berlari ke ruang server yang dinginnya bisa bikin tubuh menggigil. Itu pun masih dengan wajah yang riang. Teman-teman di kubikal berbaik hati membelikannya sebungkus roti pengganti makan siang Aiti yang tertunda. Nyamaaaaaaan rasanya punya teman yang perhatian.

Sudah menjadi kebiasaan sejak lama Fiancy. Jika ada departemen yang minta pembayaran disegerakan, justru dia akan semakin melambatkan sekalian. Peduli amat jika vendor sudah pada bolak-balik nelepon. ”Don’t mess with finance!” begitu prinsip hidupnya. Hari ini. Beda sekali. Fiancy mengerjakannya dengan secepat yang dia bisa. Senaaaaaang rasanya bisa melayani orang lain seperti yang mereka inginkan.

Orang-orang di kubikal tidak lagi mencibir ketika Sekris berkeliling melihat apakah semua hidung sudah berada di kubikalnya masing-masing. Biasanya mereka kesal. Apa lagi jika rumpian lagi seru. Jam makan siang pengengnya bablas sampai sore. Hari itu. Semua orang sadar jika Sekris hanya menjalankan tugasnya. Dan sudah sepatutnya mereka pun menghargai waktu.

Pokoknya semuanya serba beda.
Sejak tulisan dalam whiteboard itu dibuat oleh Natin. Benar saja. Ketika kita memahami karakter pekerjaan kita. Maka kita jadi lebih sadar. Dan lebih bertanggungjawab. Toh kita sendiri yang memilih pekerjaan itu. Tepatnya. Memilih bekerja disitu.

Sepertinya Natin faham betul jika orang dewasa itu tidak butuh diperintah-perintah. Mereka hanya butuh untuk diingatkan dan disadarkan. Atas tanggungjawab pribadinya. Dan tanggungjawab profesionalnya.

Betapa seringnya boss ngomel.
Hampir setiap hari juga mereka ngasih briefing soal pentingnya bekerja profesional. Kerja yang bagus. Kerja yang beres. Serta semua kata-kata membosankan yang turun bagaikan hujan. Tapi. Nggak satupun yang nyantol di hati orang-orang kubikal.

Kenapa ya?
Mungkin karena mereka hanya mendengar. Tidak melihat contoh langsung dari orang yang mengatakannya. Soalnya. Kata-kata yang nggak ditopang perbuatan hanya bakal menjadi omong kosong belaka. ”Disiplin dong!”. Tapi yang ngomong sendiri nggak disiplin. Yo bablas.

Terus. Kenapa kata-kata – e h, kalimat – yang ditulis oleh Natin menjadi sedemikian berengaruhnya? Itu karena semua orang di kubikal melihat sendiri. Bahwa Natin. Sudah melakukannya sebelum dia mengatakannya.

Ternyata. Nggak penting lho, siapa yang ngomong.
Office boy sekalipun. Kalau omongannya berbobot. Pasti didengar orang.

Tapi. Biar jabatannya tinggi sekali. Kalau kata-katanya cuman sekedar penghias bibir. Pasti dicibir. Didepan sih orang-orang emang manggut-manggut sepertu perkutut. Tapi dibelakang. Orang pada ngomongin seperti mak lampir yang sedang perang dingin.

”Huweeeeee…., tumben nih kalian pada rajin begini?” Pak Mergy yang melihat perubahan itu terheran-heran.

”Yeeee, Bapak.” Protes Opri. ”Jangan gitu dong ngomongnya Pak.” Sudah menjadi kebiasaan kalau dia bicara itu asal njeplak aja.

”O, iya, iya. Maaf. Mmmhhh….” Pak Mergy jadi salah tingkah.
Semua orang di kubikal pada bengong. Lalu seseorang diujung sebelah barat berbisik. ”Haaaah? Pak Mergy minta maaf…..?” Seolah tidak percaya pada apa yang baru didengarnya.

”Pasti….” kata Pak Mergy. Masih dengan wajah cerianya. ”Karena tulisan Natin di whiteboard itu ya…?”

Opri memasang wajah cerianya lagi. ”Yoooooi Paak……” serunya. ”Bener nggak teman-teman?” Wajahnya berpaling mengitari seisi kubikal.

”Benaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrr…………………….” semua orang di kubikal menyambutnya dengan jawaban seperti sebuah koor.

”Hahahaha, bagus. Bagus. Bagus kalau begitu.” Pak Mergy nyaris melompat kegirangan. Sekarang beliau tidak lagi harus memelototi kerjaan semua orang. Karena orang-orang di kubikal sudah sadar. Dan bertanggungjawab. Kepada tugasnya masing-masing.

”LLLLLANJUTKAN!!!!” katanya. Lalu beliau masuk kedalam ruang kerjanya.

Semua orang di kubikal kembali kepada kesibukannya masing-masing. Tapi. Sebelum benar-benar terlaksana. Waktu tiba-tiba seperti berhenti saja. Jam dinding seorang tengah pingsan. Nggak mau bergerak lagi.

Sama seperti tangan. Kaki. Dan sekujur tubuh orang-orang di kubikal. Yang sedang bicara, mulutnya menganga. Yang sedang minum. Cangkir melaminnya menempel di bibir. Yang sedang mengetik. Jari jemarinya lengket di keyboard.

Ada apa sih ini?
Rupanya. Pak Mergy langsung keluar dari kamar kerjanya.
”Anak-anak,” Itulah kata-kata yang membuat semua orang di kubikal seperti membeku.
Peralatan elektronik pun berhenti beroperasi. Sama seperti jantung semua orang yang berhenti untuk mendengar kalimat berikutnya.

”Kenapa sih, kalian lebih mau mendengarkan Natin daripada kata-kata saya?” Pertanyaan Pak Mergy membuat semua orang di kubikal nyengir. Sambil menaikkan bola mata mereka keatas.

”Padahal, saya kan kepengen banget didengarkan oleh anak buah saya……” lanjutnya.

Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..

Kehidupan di kantor berjalan dengan warna-warninya tersendiri. Kadang kita senang pada teman. Kadang kita sebel juga pada mereka. Kadang kita rukun dengan atasan. Tapi, lebih sering berantemnya.

Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa bukan jabatan yang menentukan bobot perkataan seseorang. Melainkan perilakunya sehari-hari. Meski seseorang menduduki hirarki yang tinggi. Belum tentu perkataannya patut untuk diikuti. Namun, biarpun jabatannya tidak mentereng. Seseorang yang perbuatan dan perkataannya sejalan, sangat pantas untuk dijadikan sebagai panutan.

Catatan Kaki:
Tuah dari sebuah perkataan tidak lagi ditentukan oleh kesaktian seseorang. Melainkan oleh perilaku nyata orang itu dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Leave a comment